Pengadilan Negeri Jakarta Timur menjatuhkan hukuman denda Rp 20 juta terhadap Rizieq Shihab. Ia dinyatakan bersalah dalam kasus kerumunan di Megamendung, Kabupaten Bogor.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tersebut dengan pidana denda sejumlah Rp 20.000.000 dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 5 bulan,” ujar hakim ketua Suparman Nyompa dalam sidang pembacaan putusan.

Vonis lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum, yakni 10 bulan penjara dan denda Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan. Hakim juga menilai Rizieq Shihab tidak mendukung pemerintah dalam program penanganan penularan Covid-19. Dengan demikian, Rizieq dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana tidak mematuhi penyelenggaraan kesehatan dalam kasus kerumunan di Megamendung, Kabupaten Bogor.

Menyikapi hal tersebut, pengamat politik Makara Stratejik Insight, Iwan Manalu, SH,.M.Si, mengatakan bahwa vonis tersebut sudah tepat dan merupakan langkah tepat bagi Pemerintahan Presiden Jokowi untuk menegakkan supremasi hukum. Dirinya memberikan apresiasi bagi aparat penegak hukum yang telah melakukan pengusutan tuntas terhadap kasus Rizieq Shihab dan menegakkan keadilan. Hal ini guna menunjukkan kepada masyarakat internasional bahwa tindakan pelanggaran hukum maupun hal-hal yang menjurus ke anarkisme tidak dapat diterima di negara Indonesia.

“Pemberian vonis terhadap Rizieq Shihab merupakab suatu la gkah tepat. Pemerintah telah menegakkan supremadi hukum sehingga dunia internasional dapat melihat bahwa segala tindakan yang melanggar hukum maupun hal-hal yang menjurus ke tindakan anarkis tidak dapat diterima disini”, ujar Iwan

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin menilai, tidak ada diskriminasi yang terjadi dalam penanganan kasus kerumunan Megamendung dengan terdakwa Rizieq Shihab. Ngabalin menyebut, pernyataan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur mengenai adanya pembedaan perlakuan dalam penindakan kerumunan di masyarakat tidaklah tepat.

“Kalau ada fakta-fakta yang disejajarkan dengan kasus Rizieq kemudian (disebut) ada diskriminasi, saya kira tidak tepat,” kata Ngabalin kepada Kompas.com, Jumat (28/5/2021). Menurut Ngabalin, kerumunan yang melibatkan Rizieq Shihab merupakan fakta.

Bahwa Rizieq Shihab dengan sengaja menggelar acara yang mengundang banyak orang di tengah pandemi virus corona. Dalam acara itu, peringatan aparat keamanan akan protokol kesehatan tak diindahkan, sehingga muncul kerumunan yang berpotensi menyebarkan Covid-19.

“Ada fakta, ada niat, ada program, dan sebagainya,” ujar Ngabalin. Menurut Ngabalin pula, tidak tepat jika diskriminasi yang disebutkan oleh majelis hakim dalam kasus Rizieq Shihab dikaitkan dengan momen kunjungan kerja Presiden Joko Widodo ke Maumere, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT), 23 Februari 2021 lalu.

Kala itu, massa memang berkerumun menyambut kehadiran Jokowi. Tetapi, kata Ngabalin, kerumunan tersebut bentuk spontanitas warga yang sebelumnya tak direncanakan presiden maupun pihak Istana. Saat itu pun petugas keamanan bekerja dengan cepat untuk mengurai kerumunan yang terjadi.

Oleh karenanya, Ngabalin enggan jika kasus kerumunan Megamendung yang melibatkan Rizieq Shihab dibandingkan dengan kerumunan warga Maumere saat menyambut Jokowi. “Dua hal yang berbeda kalau dilihat fakta-fakta yang terjadi.

Apa yang dilakukan oleh Rizieq dengan apa yang dilakukan bapak presiden kan dua hal yang berbeda. Jauh langit dengan bumi perbedaannya,” kata dia. Kendati demikian, Ngabalin meyakini bahwa dalam memutus perkara kerumunan Megamendung majelis hakim tetap berpegang pada fakta, bukan opini.

Dalam sidang pembacaan vonis terhadap eks pimpinan Front Pembela Islam (FPI), Rizieq Shihab, Hakim memberikan vonis 8 bulan penjara untuk kasus kerumuman di Petamburan dan denda Rp 20 juta untuk kasus kerumuman di Megamendung.
Majelis hakim Pengadilan Jakarta Timur menjatuhkan vonis 8 bulan penjara terhadap Rizieq Shihab dan lima tersangka lainnya dalam kasus pelanggaran protokol kesehatan pencegahan Covid-19 di Petamburan, Jakarta. Kerumuman di Petamburan ini dipicu oleh peringatan Maulid Nabi dan resepsi pernikahan putri Rizieq Shihab pada 14 November lalu.
Dalam putusannya, Hakim menilai, Rizieq terbukti secara sah melanggar Pasal 93 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana tidak mematuhi pelaksanaan kekarantinaan kesehatan secara bersama-sama,” kata Ketua Majelis Hakim Suparman Nyompa.
Menyikapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Makara Strategic Insight, Andre Priyanto, MA.,M.Si, mengatakan bahwa langkah tersebut merupakan suatu hal yang positif bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Lembaga penegak hukum capable menjalankan tugas dan fungsinya sehingga kepercayaan publik maupun pelaku pasar (bisnis) dapat tercapai. Supremasi hukum merupakan kunci bagi berkembangnya iklim investasi di negara berkembang seperti Indonesia.

Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur akan melanjutkan sidang kasus kerumunan di Petamburan, Jakarta Pusat dan Megamendung, Kabupaten Bogor dengan terdakwa Rizieq Shihab pada Kamis (27/5/2021).

“Agenda sidang (Kamis pekan depan) adalah putusan dari majelis hakim,” kata Humas PN Jakarta Timur Alex Adam Faisal dalam keterangannya, Jumat (21/5/2021) dini hari.

Sebelumnya, Rizieq telah selesai membacakan pleidoinya terkait kasus Petamburan dan Megamendung pada Kamis kemarin. Sidang replik atau tanggapan jaksa atas pleidoi digelar pada hari itu juga.

Dalam kaitan ini, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis (27/5), menjatuhkan vonis 8 bulan penjara kepada Rizieq Shihab (HRS) dalam perkara kerumunan di Petamburan, Jakarta Pusat.

Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut agar hakim memvonis Habib Rizieq 2 tahun penjara.

Pakar hukum pidana dari Universitas Al-Azhar Suparji Ahmad mengatakan, vonis yang diputuskan sudah adil.

Pasalnya, putusan itu berdasar fakta persidangan. “(Putusan hakim, red) harus dihormati karena hakim tentunya mendasarkan pada fakta persidangan,” kata Suparji.

Mengacu pada tingkat kesalahan yang dilakukan tokoh asal Petamburan itu, lanjut dia, hukuman tersebut sudah adil. Hal ini, kata Suparji, lantaran tuduhan telah terjadi pelanggaran karantina kesehatan, tidak bisa dibuktikan. Namun, yang terjadi adalah pelanggaran protokol kesehatan.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis (27/5), menjatuhkan vonis 8 bulan penjara kepada Rizieq Shihab (HRS) dalam perkara kerumunan di Petamburan, Jakarta Pusat.

Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut agar hakim memvonis Habib Rizieq 2 tahun penjara.

Pakar hukum pidana dari Universitas Al-Azhar Suparji Ahmad mengatakan, vonis yang diputuskan sudah adil.

Pasalnya, putusan itu berdasar fakta persidangan. “(Putusan hakim, red) harus dihormati karena hakim tentunya mendasarkan pada fakta persidangan,” kata Suparji saat dihubungi JPNN.com, Jumat (28/5).

Menurutnya, putusan majelis hakim tentu tidak terlepas dari bukti yang diajukan oleh pihak jaksa maupun terdakwa melalui penasihat hukumnya.

Mengacu pada tingkat kesalahan yang dilakukan tokoh asal Petamburan itu, lanjut dia, hukuman tersebut sudah adil. Hal ini, kata Suparji, lantaran tuduhan telah terjadi pelanggaran karantina kesehatan, tidak bisa dibuktikan. Namun, yang terjadi adalah pelanggaran protokol kesehatan.

Hal ini juga ditekankan oleh Wakil Ketua Umum PPP, Arsul Sani, mengatakan vonis hakim terhadap RS dalam kasus kerumunan Megamendung tidak usah menjadi isu baru. Apalagi mereka yang tidak tahu fakta-fakta yang muncul dalam persidangan dari keterangan saksi-saksi maupun dari alat bukti lainnya.

“Tidak perlu diperdebatkannya vonis denda terhadap Rizieq adalah terkait menimbulkan efek jera atau tidak. Efek jera bagi warga yang berkumpul bisa terwujud jika penegakan hukum konsistenm,” pungkasnya.

Beredar narasi yang menyebutkan para emak-emak pendukung eks pentolan FPI, Rizieq Shihab rela mewakafkan nyawa mereka karena percaya surga telah menanti.

Narasi dimuat dalam sebuah foto tangkapan layar dari artikel media online hingga beredar luas di media sosial Facebook.

“Emak-Emak Pendukung Habieb Rizieq Shihab Rela Wakafkan Nyawanya Karena Kami Percaya Surga Telah Menanti Kami Dan Kami Jadi Bidadari Nya”.

Benarkah narasi tersebut?

Berdasarkan penelusuran Turnbackhoax.id, klaim yang menyebut pendukung Rizieq rela wakafkan nyawa demi masuk surga adalah klaim yang keliru.

Setelah ditelusuri, foto artikel media online Okezone.com yang beredar luas di media sosial tersebut merupakan hasil suntingan atau editan orang tak bertanggungjawab.

Judul artikel Okezone.com yang sebenarnya adalah ‘Emak-emak Pendukung Habib Rizieq Shihab Rela Wakafkan Nyawanya’ yang dipulikasikan pada 12 April 2021

Kemudian judul tersebut ditambahkan dengan narasi menjadi ‘Emak-Emak Pendukung Habieb Rizieq Shihab Rela Wakafkan Nyawanya Karena Kami Percaya Surga Telah Menanti Kami Dan Kami Jadi Bidadari Nya’.

Dalam artikel tersebut, para emak-emak itu mengaku selalu hadir dalam sidang Rizieq yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.

Kedatangan mereka secara langsung ke pengadilan menjadi bukti kesetiaan mereka kepada Rizieq dan berharap polisi segera membebaskan Rizieq.

Mereka juga mengaku akan mewakafkan nyawa mereka untuk Rizieq, namun tidak ada penjelasan alasan mereka mewakafkan nyawa untuk masuk surga.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan klaim yang menyebut pendukung Rizieq rela wakafkan nyawa demi masuk surga adalah klaim yang keliru.

Klaim tersebut merupakan klaim hoaks yang masuk dalam kategori konten yang dimanipulasi.

Hal itu juga menunjukkan adanya upaya untuk membangun pandangan bahwa pendukung Rizieq Shihab masih kuat dan solid. Nyatanya, sejauh ini pendukung Rizieq sudah berkurang drastis dan secara perlahan mulai meninggalkannya

Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur menggelar sidang lanjutan kasus kerumunan massa yang terjadi di Petamburan, Jakarta Pusat dan Megamendung, Kabupaten Bogor dengan terdakwa Rizieq Shihab pada Kamis (20/5/2021) kemarin.

Agenda sidang adalah pembacaan pleidoi atau nota pembelaan dari terdakwa maupun kuasa hukum atas tuntutan jaksa. Berikut rangkuman fakta selama persidangan.

Rizieq terlihat menggunakan atribut bendera Palestina saat berada di ruang pengadilan. Mantan pemimpin Front Pembela Islam (FPI) itu memakai syal bendera Palestina di dada sebelah kiri. Sementara di dada sebelah kanan syal bendera Indonesia.

“Sebelum sidang dibuka, saya lihat atribut Palestina kalau tidak salah,” ujar Ketua Hakim Suparman Nyompa, Kamis.

“Karena kita ini menjaga marwah persidangan, kebetulan ini kan lagi ramai berita-beritanya. Kita termasuk simpati dengan peristiwa di sana. Tetapi karena ini adalah persidangan di negara, kita bersihkan di persidangan, jangan dibawa masuk ke dalam. Mungkin bisa diganti,” lanjut Suparman.

Rizieq beberapa kali menyebut operasi intelijen ketika membacakan pleidoi. Salah satunya, saat Rizieq merasa janggal dengan sikap Pemerintah Kota Bogor yang menuduh dirinya menghalangi-halangi Satgas Covid-19 dalam melaksanakan tugas. Pada 27 November 2020, Satgas Covid-19 Kota Bogor tiba-tiba meminta Rizieq untuk melakukan tes PCR ulang dan memaksa mengambil rekam medis saat dirinya dirawat di RS Ummi.

“Satgas Covid-19 tidak berhak melakukan tes PCR, yang berhak adalah Dinas Kesehatan bukan Satgas Covid-19, apalagi melakukan tes PCR ulang kepada orang yang baru di-tes PCR,” ujar Rizieq.

Jaksa menilai isi pleidoi atau nota pembelaan Rizieq dan tim kuasa hukumnya hanyalah unek-unek dan curhatan. Karena itu, dalam replik atau tanggapan atas pleidoi Rizieq, jaksa meminta majelis hakim menolak seluruh pleidoi Rizieq itu.

Menurut jaksa, tuntutan yang mereka ajukan sudah tepat. “Kami selaku penuntut umum dalam perkara ini berkesimpulan dan berpendapat bahwa tuntutan hukum yang telah kami ajukan kepada terdakwa telah tepat,” kata jaksa.

“Terdakwa mengatakan bahwa penuntut umum bersikap manipulatif dengan hanya mengambil keterangan saksi dari sisi yang menguntungkan pembuktian penuntut umum. Pada dasarnya semua yang disampaikan terdakwa dalam pleidoinya adalah unek-unek dan curhatan,” tambah jaksa. Jaksa meminta majelis hakim agar menjatuhkan vonis bersalah terhadap Rizieq sebagaimana isi tuntutan.

Jaksa penuntut umum menuntut Muhammad Rizieq Shihab dengan hukuman 2 tahun penjara.

Mantan pemimpin Front Pembela Islam (FPI) itu dinilai terbukti melanggar kekarantinaan kesehatan dalam perkara kasus kerumunan di Petamburan, Jakarta.

Dalam tuntutannya Jaksa menyatakan Habib Rizieq diyakini terbukti bersalah melakukan tindak pidana melanggar Pasal 160 KUHP tentang kekarantinaan kesehatan. Rizieq juga dinyatakan bersalah dan melanggar Pasal 216 ayat (1) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, atau Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, atau Pasal 14 ayat (1) UU RI Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Habib Rizieq dinyatakan tidak mendukung program pemerintah dalam program percepatan dalam pencegahan Covid-19 bahkan memperburuk kedaruratan kesehatan masyarakat.

“Menyatakan Rizieq Shihab bersalah melakukan tindak pidana penghasutan untuk melakukan pelanggaran Undang-Undang Kekarantinaan,” tutur jaksa Syahnan Tanjung dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur.

Dengan begitu, jaksa menyatakan menuntut terdakwa Rizieq Shihab dengan hukuman 2 tahun penjara.
“Menjatuhkan tindak pidana kepada Muhammad Rizieq Shihab berupa pidana penjara selama selama 2 tahun, dikurangi masa tahanannya,” tuntutnya.

Selain itu jaksa juga meminta kepada majelis hakim menjatuhkan sanksi kepada Rizieq berupa pencabutan sebagai pengurus dan anggota organisasi masyarakat.

Dalam hal ini jaksa meminta majelis hakim menjatuhkan pidana tambahan pencabutan sebagai anggota organisasi masyarakat selama 3 tahun.

“Menjatuhkan pidana tambahan kepada Rizieq berupa pencabutan jabatan tertentu sebagai pemimpin organisasi masyarakat selama 3 tahun,” imbuh jaksa.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) meminta hakim untuk memeberikan hukuman kepada Rizieq Shihab selama 2 tahun penjara dikurangi masa kurungan sementara atas perkara nomor 221, kerumunan di Petamburan. Rizieq dianggap telah melanggar Pasal 160 KUHP juncto Pasal 93 Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

“Menyatakan Rizieq Syihab terbukti bersalah melakukan tindak pidana penghasutan untuk melakukan pelanggaran Undang-Undang Kekarantinaan,” ujar jaksa saat sidang Senin (17/5).

Selanjutnya untuk perkara 226 kerumunan di Megamendung, jaksa menuntut 10 bulan penjara dengan denda Rp50 juta subsider 3 bulan penjara. Berdasarkan pertimbangan memberatkan, karena pernah dihukum dua kali pada tahun 2003 dan 2008. Selain itu, Rizieq juga dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam percepatan pencegahan Covid-19. Selain itu pelarangan kekarantinaan, Jaksa juga mengatakan bahwa Rizieq telah melanggar Keputusan Bupati Nomor 443 1479/Kpts/Per-UU/2020 tanggal 27 Oktober 2020 tentang Perpanjangan Kelima Pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar Pra Adaptasi Kebiasaan Baru Menuju Masyarakat Sehat, Aman dan Produktif.

Sementara itu, peneliti Makara Strategik Insight, Iwan Freddy, SH.,M.Si, mengatakan bahwa penegakan hukum terhadap Rizieq Shihab perlu dilakukan. Hal ini untuk menunjukkan supremasi hukum dan menjaga wibawa lembaga penegak hukum di negeri ini. Urgensi dari penegakan hukum terhadap Rizieq Shihab adalah untuk menjaga stabilitas keamanan komunitas sehingga ketertiban masyarakat dapat diperoleh.

“Penegakan hukum terhadap Rizieq Shihab perlu dilanjutkan hingga tuntas. Hal ini guna menjaga supremasi dan wibawa hukum dan lembaga penegak hukum di negeri ini. Penegakan hukum bermakna pemerintah tidak absen didalam menjaga keamanan komunitas sehingga ketertiban masyarakat tercapai”, ujar Iwan.

Menkopolhukam, Mahfud MD, menyatakan bahwa banyak orang senang dengan kebijakan pemerintah untuk membubarkan FPI. Menurut Mahfud MD, lebih dari 80 persen masyarakat Indonesia senang ketika FPI dibubarkan. Oleh karena itu, pembubaran FPI melalui surat keputusan bersama (SKB) enam menteri/kepala lembaga negara dianggap sebagai kebijakan yang tepat.

Setelah keluar SKB, FPI resmi dibubarkan dan dilarang oleh pemerintah. Seluruh mantan anggota FPI dilarang untuk melakukan kegiatan dengan menggunakan atribut FPI.

Menyikapi hal tersebut, anggota DPR RI dari Fraksi PPP, Syaifullah Tamliha menyatakan PPP mendukung keputusan pelarangan FPI.Semua pihak perlu mengambil hikmah dari pelarangan FPI yang diduga mendukung organisasi terorisme internasional seperti Negara Islam Irak dan Suriah alias ISIS.

“Sebagai partai koalisi pemerintah dan arahan dari Ketua Umum PPP, kita mendukung keputusan bersama tiga menteri yang membubarkan FPI,” ujar Tamliha

Pasca pembubaran tersebut, Beberapa tokoh politik sudah menemui Rizieq Shihab. Mulai dari dari pendiri Partai Ummat, Amien Rais hingga petinggi DPP PKS. Fenomena ini perlu dicermati lebih lanjut oleh pemerintah, mengingat track record para tokoh FPI yang mempunyai kecenderungan bersikap anarkis dan menentang aturan yang berlaku, sehingga mereka tidak menemukan medan tempur baru untuk mencapai tujuan ideologisnya, yaitu secara parlementer.